Negosiasi bisnis antara Pertamina dan sejumlah perusahaan swasta penyedia BBM ternyata sedang menemui jalan terjal. Dua perusahaan, yaitu Vivo Energy Indonesia dan SPBU BP-AKR, dikabarkan membatalkan rencana pembelian BBM dari BUMN energi tersebut.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia membenarkan adanya pembatalan ini, namun menegaskan bahwa negosiasi secara business to business (B to B) antara kedua belah pihak masih terus berjalan. “B to B-nya silahkan. Kami hanya memberikan guidance. Selebihnya diatur (secara B to B),” kata Bahlil di Gedung BPH Migas, Jakarta, Jumat (3/10/2025).
Di tengah situasi ini, Bahlil justru meyakinkan publik bahwa stok BBM nasional benar-benar aman. Stok BBM dalam negeri disebut cukup untuk 21 hari ke depan, dengan kuota impor yang bahkan dinaikkan 10 oersen dibanding tahun 2024.
“Jadi tidak ada alasan dan tidak ada satu persepsi bahwa BBM kita, ketersediaan kita menipis. Nggak ada. Sudah penuh. Semuanya ada,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Vivo Energy Indonesia yang hadir dalam rapat dengan DPR mengungkapkan ada kendala teknis yang tidak bisa dipenuhi Pertamina. “Sehingga apa yang sudah kami minta itu dengan terpaksa dibatalkan,” ungkapnya, Rabu (1/10/2025).
Namun, Vivo tidak menutup pintu untuk kerja sama di masa depan. “Tapi tidak menutup kemungkinan kami tetap akan berkoordinasi dengan Pertamina untuk saat-saat mendatang siapa tahu apa yang kami minta itu bisa dipenuhi oleh Pertamina dan kami akan beli dari Pertamina,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa stok BBM Vivo sudah habis untuk bulan Oktober 2025 ini. “Jadi tidak ada lagi yang bisa kami jual untuk bahan bakarnya yang pada akhir bulan Oktober ini. Itu saja yang saya bisa sampaikan,” ujarnya.
Masalah teknis yang dimaksud akhirnya terungkap dari pihak Pertamina. Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, menyoroti soal kandungan etanol dalam BBM murni Pertamina.
“Kontennya itu ada kandungan etanol. Nah, di mana secara regulasi itu diperkenankan. Etanol itu sampai jumlah tertentu. Kalau tidak salah sampai 20% etanol. Kalau tidak salah. Nah, sedangkan ada etanol 3,5 persen,” bebernya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI, Jakarta, dikutip Kamis (2/10/2025).
Kandungan etanol inilah yang diduga tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh SPBU swasta. Dia menegaskan bahwa kandungan etanol dalam BBM Pertamina sebenarnya masih dalam ambang batas yang diizinkan pemerintah. Kendala ini pun kini menjadi bahan negosiasi lebih lanjut untuk kerja sama dengan SPBU swasta.
“Nah, tetapi teman-teman SPBU swasta berkenan jika nanti pada kargo selanjutnya siap bernegosiasi kalau memang nanti kualitasnya. Ini bukan masalah kualitas, masalah konten. Kontennya ini aman bagi karakteristik spesifikasi produk yang masing-masing. Karena ini beda-beda merek, beda spesifikasi,” tandasnya.
Tidak ada komentar